APO KABA DUN SANAK

APO KABA DUN SANAK

Rabu, 19 Januari 2011

PENGAJIAN RUTIN IKTP 20-01-2011

 Pengajian rutin IKTP tanggal 20-01-2011 diselenggarakan  di rumah saudara Irwan Cendana.

Berikut dokumentasinya.....











 

Jumat, 14 Januari 2011

Kunjungan kerumah anggota IKTP yang sakit

Assalamu'alaikum,wr,wb
  •     Salah satu program kerja dari organisasi Ikatan keluarga Tujuh Koto Pariaman   ( IKTP ) adalah menjenguk orang sakit,atau tertimpa musibah.Hari ini Jum'at Tanggal 14 januari 2011 Beberapa pengurus dan angota (IKTP) menjenguk Dua orang keluarga anggota IKTP yang sakit yaitu Rumah  Bapak Abas di pengantungan dan rumah Bapak Sutan Pangeran di lingkar barat.Inilah salah satu contoh dari Program IKTP Yang selalu dilaksanakan.Semoga kegiatan dimaksud dapat terus berjalan,Disertai program program kerja yang lainnya (Amin)....
Kunjungan ke kediaman bapak Abas (Rasa sayang) Pengantungan

Kunjungan ke kediaman bapak Abas (Rasa sayang) Pengantungan

Kunjungan ke kediaman bapak Sutan Pangeran (lingkar barat)

Kunjungan ke kediaman bapak Sutan Pangeran (lingkar barat)

Kunjungan ke kediaman bapak Sutan Pangeran (lingkar barat)

Kunjungan ke kediaman bapak Sutan Pangeran (lingkar barat)

Sabtu, 08 Januari 2011

Kiat Menemukan Laptop Bekas & Bagus


   Dikarenakan laptop sudah merupakan kebutuhan hampir bagi setiap kalangan. Harga laptop hingga kini masih tergolong mahal, karena itu membeli laptop bekas / second pun kerap kali menjadi pilihan. Namun hal-hal apa sajakah yang harus diperhatikan ketika membeli laptop bekas? Berikut hal-hal mendasar yang patut diperhatikan supaya Anda mendapatkan laptop bekas namun masih bagus dan sangat layak digunakan.

* Lihat casing laptop. Casing yang baret/tergores menunjukkan laptop tersebut kurang dirawat. Tentunya hal ini mempengaruhi bagian dalamnya. Apalagi bila sampai retak berarti laptop tersebut sudah pernah jatuh. Kadang di beberapa
toko komputer ada juga yang ‘menipu’ konsumen.
* Lihat layarnya. Apakah ada goresan yang parah, adakah pixel yang mati. Karena layar pada laptop merupakan bagian yang mahal harganya jika rusak.

* Lihat keyboardnya. Keyboard untuk mengetik juga tidak kalah pentingnya, harganya pun lumayan mahal. Karena itu perlu di cek satu persatu apakah masih berfungsi. Demikian juga dengan tombol fungsi (FN) dan tombol-tombol shortcut lainnya.

* Cek baterainya. Baterai sangat penting digunakan pada saat berpergian, karena itu Anda harus mengecek baterai laptop bekas itu. Normalnya bisa bertahan antara 45menit-60menit dengan pemakaian ketik, baca dan mendengarkan musik.

* Cek Wifi, bluetooth, webcam dan card reader. Jika ada, tidak ada salahnya mengecek fitur standar laptop ini.

* Cek garansi. Jika laptop second yang akan Anda beli masih ada garansinya, cek apakah nomor seri dan tempat pembeliannya benar.

* Cek seri laptop tersebut di dealer resminya. Hal ini dimaksudkan agar laptop bekas tersebut bukan barang BM/barang gelap.

* Pastikan bahwa laptop tersebut masih ada spare partnya. Gunanya untuk memastikan bahwa spare part laptop itu masih diproduksi. Tidak lucu kan jika layarnya tiba-tiba rusak dan di Indonesia tidak ada yang jual. Kalau Anda membeli di
toko komputer jelilah melihat kelengkapannya.

gugling.com

lirik lagu minang 'PARIAMAN'



                         PARIAMAN

PARIAMAN TADANGA LANGANG
BATABUIK MAKONYO RAMI
ADIAK KANDUANG TADANGA SANANG
BAOK TOMPANG BADAN KAMI
PI LADANG BALI LAH SANDUAK
          DI BALI  NAK MUDO MUDO
          DI GOYANG BARU DI KARUAK
          DI CALIAK ANGKO NAN TIBO
          BATANANG SANAK MANJAGO
          SANSAI DEN…………
          MALANG DEN…………
   OI DI KAMPUANG TADANGA SANANG
   DI RANTAU MARASAI BADAN
   TIADO TAMPEK KA BATENGGANG
   SAJAK ANAM PULUAH LAPAN
   ALUN ADO PARUBAHAN
   SANSAI DEN…………
   MALANG DEN…………
               LAYANG2 BA TALI BANANG
               DI AMBIAK KA TALI TIMBO
               LAH HEBOH URANG DI PADANG
               SI AMIR KAWIN JO JANDO
               HALIMAH NAMONYO
               BARUMAH JANDELA KACO
               BAJU SEKEN GALEHNYO
               UMUA SATANGAH TUO
               LIMO PULUAH DUO
               SANSAI DEN…………
               MALANG DEN……

Riwayat Tradisi Uang Jemputan

PDF
Print

Written by Hifni H. Nizhamul   
Monday, 13 April 2009
Artikel ini diedit dari diskusi di milist RantauNet yang diambil dari pandangan seorang pria Pariaman. Ternyata tradisi uang jemputan ini mengandung pro dan kontra diantara anggota milist. Namun sesungguhnya tradisi uang jemputan mengandung hak dan kewajiban - baik bagi pihak yang memberi maupun bagi yang menerima. Untuk memberi penilaian yang obyektif dari pro dan kontra tradisi ini, maka saya mengeditnya menjadi artikel yang dapat disimak sebagai sebuah informasi yang berharga dalam khazanah budaya Minangkabau.
Lalu…., Bedakah masing-masing UANG JEMPUTAN  – UANG HILANG ?

Umumnya masyarakat yang awam tentang kedua istilah ini menyamakan saja antara “Uang Jemputan ” dengan “Uang Hilang”. Padahal tidak semua orang Pariaman mengerti tentang masalah ini. Di milist RantauNet justru  Mak Syamsir Alam yang bukan “Ughang Piaman” lah yang telah menjelaskan dengan tepat dan lugas bahwa tradisi uang jemputan yang hangat di diskusikan di milist itu sebenarnya malah bukan pada lingkup uang jemputan tetapi sebenarnya adalah masuk kedalam ranah “Uang Hilang” dan “Uang Dapua” atau “Uang Asok” . Uang ini benar benar hilang atau tidak akan dikembalikan kepada fihak keluarga anak daro

Pada awalnya uang jemputan ini berlaku bagi calon menantu yang hanya bergelar Sutan, Bagindo dan Sidi dimana ketiga gelar ini diwariskan menurut nasab atau garis keturunan ayah atau patriachat.

Dengan demikian di Pariaman berlaku 2 macam gelar, yaitu :

 - yang satu gelar dari ayah
 - yang satu lagi gelar dari mamak,

hanya saja gelar dari Mamak, terpakai adalah gelar datuak dan gelar Malin saja, misalnya dapat kita contohkan pada seorang tokoh minang yang berasal dari Pariaman, yaitu Bapak  Harun Zein (Mantan Mentri Agraria dan Gubernur Sumbar). Beliau mendapat gelar Sidi dari ayahnya dan mendapat gelar Datuak Sinaro dari Ninik Mamaknya. Sehingga lengkaplah nama beliau berikut gelarnya Prof. Drs. Sidi Harun Alrasyid Zein Datuak Sinaro (dari persukuan Piliang) .

Lantas siapakah mereka pemegang gelar yang 3 itu?

·                Gelar Sutan dipakaikan kepada mereka yang bernasab kepada petinggi atau bangsawan Istano Pagaruyuang yang ditugaskan sebagai wakil raja di Rantau Pasisia Piaman Laweh. Ingat konsep luhak ba-panghulu - Rantau ba Rajo, seperti :

-       Rajo nan Tongga di Kampuang Gadang Pariaman,
-       Rajo Rangkayo Basa 2×11 6 Lingkuang di Pakandangan,
-       Rajo Sutan Sailan VII Koto Sungai Sariak di Ampalu,
-       Rajo Rangkayo Ganto Suaro Kampuang Dalam,
-       Rajo Tiku di Tiku dll

·                Gelar Bagindo dipakaikan kepada mereka yang bernasab kepada para Petinggi Aceh yang bertugas didaerah Pariaman. Ingatlah bahwa wilayah Pariaman – Tiku pernah dikuasai oleh kerajaan Aceh dizaman kejayaan Sultan Iskandar Muda.

·                Gelar Sidi diberikan kepada mereka2 yang bernasab kepada kaum ulama (syayyid), yaitu  penyebar agama Islam didaerah Pariaman

          Pemakaian gelar tunggal ini langsung di-ikuti dengan nama-nama, misalnya Sutan Arman Bahar atau Bagindo Arman Bahar atau Sidi Arman Bahar. Sedangkan gelar dari Mamak yang bukan gelar Datuak -  akan ditaruh dibelakang nama,  seperti : Sutan Sinaro, Sutan Batuah, Sutan Sati tidak lazim dipakai di Pariaman kecuali gelar Malin. Seperti Arman Bahar Malin Bandaro ada juga terpakai

Seperti yang dikatakan  Mamak – mamak juga ; “tabu manih ka-pucuak “, artinya banyak adat Minangkabau yang dipegang teguh di di Pariaman. Sementara di Luhak nan 3 tidak menjadi fokus lagi , seperti diantaranya : adat yang manyatakan “rumah gadang ka-tirisan, gadih gadang indak balaki dan maik tabujua ditangah rumah". Indak kayu janjang dikapiang.  indak ameh bungkah di-asah, maka yang sering menonjol di Pariaman adalah issue  “Gadih Gadang Indak Balaki” . Sehingga para Ninik Mamak orang Pariaman sangat concern untuk menyelesaikan masalah yang satu ini.

Seperti saya yang “ berbako ka-Luhak Agam “, banyak saya jumpai kasus “ gadih gadang indak balaki (perawan tua). Pada hal mereka mempunyai Ninik Mamak secara lengkap - hal mana yang tidak akan kita jumpai di Pariaman

Saking pedulinya para Ninik Mamak di  Pariaman terhadap isu gadih gadang indak balaki ini, maka sesuai teori ekonomi demand curve menaik se-iring meningkatnya tingkat permintaan hingga pada suatu saat terjadi penurunan tingkat suplai anak bujang mapan. Akibatnya merusak titik ekuilibrium dan memunculkan kolusi ( dalam artian persaingan yang positif). Artinya pihak keluarga anak gadis -  siap sedia memberikan kompensasi berapapun nilainya -  asal anak gadisnya menikah dan mendapatkan suami.

Dari sinilah munculnya Uang Hilang yang dalam prakteknya sama- dijalankan dengan uang jemputan. Pengertian  uang jemputan adalah Nilai tertentu yang  akan dikembalikan kemduian kepada keluarga pengantin wanita – pada saat setelah dilakukan acara pernikahan. Pihak Pengantin Pria akan mengembalikan dalam bentuk pemberian berupa emas yang nilainya setara dengan nilai yang diberikan oleh keluarga Pihak Pengantin Wanita sebelumnya kepada keluarga Pengantin Pria. Biasanya pemberian ini dilakukan oleh keluarga pengantin pria (marapulai) ketika pengantin wanita (Anak Daro) berkunjung atau Batandang ka rumah Mintuo. Bahkan pemberian itu melebih nilai yang diterima oleh pihak Marapulai sebelumnya – karena ini menyangkut menyangkut gensi keluarga marapulai itu sendiri.

Karena dalam prakteknya uang hilang dan uang jemputan dilakukan sejalan / bersamaan, maka yang ke sohor adalah “UANG JEMPUTAN” . Padahal yang dipermasalahkan dan keberatan pihak keluarga pengantian wanita adalah munculnya “ UANG HILANG atau UANG DAPUR atau uang asok.

Uang Jemputan ini sebenarnya adalah uang kontribusi dan uang distribusi. Artinya bagi yang menerima uang jemputan semestinya ia harus mengembalikan kepada pihak pengantin wanita/anak daro. Sementara UANG HILANG atau UANG DAPUR merupakan uang kompensasi sesuai dengan kesepakatan kedua keluarga.

Semuanya jika tidak ada permusyawarahan antara para ninik mamak dan kesepakatan diantara dua keluarga. Keboleh jadian bahwa perkawinan tidak akan berlangsung bila pihak keluarga wanita tidak menyetujui.

Kesimpulannya uang jemputan tidak sama dengan uang hilang. Uang jemputan memiliki kewajiban dari keluarga marapulai untuk mengembalikan kepada anak daro dalam bentuk perhiasan atau pemberian lainnya pada saat dilangsungkan acara Manjalan Karumah Mintuo

Soal ada yang menyatakan pemberian uang jemputan berasal tradisi ini berasal India, sebenarnya tidak demikian. Pernyataan ini sangat meragukan karena tidak ada jejak sejarah yang tersebut bahwa bangsa  India mendiami pesisir pantai Pariaman dan Tiku. Kita tahu bahwa bangsa India pun beraneka suku seperti : orang-orang Hindustan, atau orang Keling.

Yang pernah ada di Pariaman adalah orang Benggala alias Orang Keling karena terdapat jejak peninggalan mereka dalam wujud “Kampuang Kaliang” disamping itu ada pula “Kampuang Cino”. Walaupun sudah tidak adalagi orang Chinanya,  karena takut sesudah peristiwa huru hara di Kampuang Cino kota Pariaman zaman doeloe. Selain itu adapula Kampuang Jao – walau tidak adalagi orang Jawa-nya disana.

Hal yang wajar – bila ada kekhawatiran kaum ibu orang Pariaman, jika anak lelakinya yang diharapkan akan menjadi tulang punggung keluarga ibunya – kemudian setelah menikah lupa dengan NASIB DAN PARASAIAN ibu dan adik-adiknya. Banyak kasus yang terdengar walau tidak tercatat – ketika telah menjadi
“orang Sumando” dikeluarga isterinya – telah lalai untuk tetap berbakti kepada orang tua dan saudara kandungnya. Ketika sang Bunda  masih belum puas menikmati rezeki yang diperoleh anak lelakinya itu -  menjadikan para kaum ibu di Pariaman keberatan melepas anak lelakinya segera menikah. Dikawatirkan bila anak lelakinya itu cepat menikah, maka pupus harapannya menikmati hasil jerih payahnya dalam membesarkan anak lelakinya itu. Lagi pula para kaum ibu itupun sadar bahwa tanggung jawab anak lelakinya yang sudah menikah, akan beralih kepada isteri dan anaknya.

Ketika datang desakan dari pihak gadis dan tiap sebentar datang “maresek – marisiak“ sesuai  tradisi yang berlaku di daerah itu, maka posisi anak bujang itu menjadi begitu berarti. Bahkan agak terkesan memaksakan kehendak jika tidak dikatakan “merongrong” dari berbagai fihak keluarga gadis yang ingin bemenantukan anaknya.  Hal yang lumrah pula bila suatu keluarga menginginkan anak gadis mereka cepat menikah – sebelum datang tudingan  perawan tua bagi seorang anak gadis. Sebaliknya seorang Ibu yang mempunyai anak bujang yang sudah mapan kehidupannya – tentu ia akan meneriman tawaran menggiurkan berupa UANG HILANG atau apapun istilahnya dari fihak keluarga gadis.

Sebagaimana telah diuraikan terdahulu, ketika orang yang datang “maresek – marisiak“, maka ketika itu sesuai teori ekonomi demand curve menaik se-iring meningkatnya tingkat permintaan - terjadilah tawar menawar.  Bargaining power akan lebih kuat bila sang ibu pihak lelaki mempunyai anak yang mapan seperti dokter, saudagar sukses, insinyur chevron bahkan bergelar Sidi pula lagi

Keluarga mana yang tidak ingin anak gadisnya akan hidup tenang dengan calon suami yang keren – mapan begitu. Jadilah pepatah yang berbunyi “indak ameh bungkah di-asah, indak kayu janjang dikapiang”  asal anak gadisnya mendapatkan anak bujang yang sudah mapan hidupnya. Para Gadis tentunya akan senang bersuamikan dokter atau insinyur chevron yang gajinya besar itu

Disini kita lihat betapa pedulinya Para Mamak orang Pariaman untuk masalah yang satu ini, dalam rangka menghindari Gadih Gadang Indak Balaki alias perawan tua.

Mohon maaf kalau tidak sepenuhnya benar,


Waasalam

Busana Perempuan Minang Dalam Kebenaran Islam


PDF
Print
E-mail

Written by H. Mas’oed Abidin   
Sunday, 30 November 2008
Pendahuluan
Perempuan (Kawi) menyimpan arti pemimpin (raja), orang pilihan, ahli, yang pandai, pintar dengan segala sifat keutamaan yang lain (lihat:KUBI).[1] Alquran menyebut perempuan dengan Annisa’ atau Ummahat sama dengan ibu, atau “Ikutan Bagi Umat” dan tiang suatu negeri.[2] Sunnah Nabi menyebutkan khair mata’iha al mar’ah shalihah artinya perhiasan paling indah adalah perempuan saleh (artinya perempuan yang tetap pada peran dan konsekwen dengan citranya). Tafsir Islam tentang kedudukan perempuan menjadi konsep utama keyakinan Muslim bermu’amalah. Alquran mendudukkan perempuan pada derajat sama dengan jenis laki‑laki di posisi azwajan atau pasangan hidup (lihat Q.S.16:72, 30:21, 42:11).
Budaya Minangkabau dalam adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah” menempatkan perempuan pada posisi peran. Kadangkala dijuluki dengan sebutan;
orang rumah  (hiduik batampek,  mati bakubua, kuburan hiduik dirumah gadang,  kuburan mati   ditangah padang),
induak bareh  (nan lamah di tueh, nan condong di tungkek,    ayam barinduak, siriah bajunjuang),
pemimpin  (tahu di mudharat jo manfaat,  mangana labo jo rugi,  mangatahui sumbang jo salah, tahu di unak kamanyangkuik, tahu di rantiang ka mancucuak, ingek di dahan ka mahimpok, tahu di angin nan basiruik, arih di ombak nan basabuang, tahu di alamat kato sampai),
Pemahamannya berarti perempuan Minang sangat arif, mengerti dan tahu dengan yang pantas dan patut, menjadi asas utama kepemipinan ditengah masyarakat. Anak Minangkabau memanggil ibunya dengan bundo karena perempuan Minangkabau umumnya menjaga martabat,

1.    Hati-hati (watak Islam khauf), ingek dan jago pado adat, ingek di adat nan ka rusak, jago limbago nan kasumbiang,
2.    Yakin kepada Allah (iman bertauhid), jantaruah bak katidiang,  jan baserak bak amjalai, kok ado rundiang ba nan batin, patuik baduo jan batigo,  nak jan lahie di danga urang.
3.    Perangai berpatutan (uswah istiqamah), maha tak dapek di bali, murah tak dapek dimintak, takuik di paham ka tagadai, takuik di budi katajua,
4.    Kaya hati (Ghinaun nafs), sopan santun hemat dan khidmat,
5.    Tabah (redha), haniang ulu bicaro, naniang saribu aka, dek saba bana mandatang,
6.    Jimek (hemat tidak mubazir), dikana labo jo rugi, dalam awal akia membayang, ingek di paham katagadai, ingek di budi katajua,  mamakai malu dengan sopan.

        Dalam ungkapan sehari-hari, perempuan Minang disebut pula padusi artinya padu isi dengan lima sifat utama; (a). benar, (b).jujur lahir batin, (c). cerdik pandai, (d). fasih mendidik dan terdidik, (e). bersifat malu (Rarak Kalikih dek mindalu, tumbuah sarumpun jo sikasek, kok hilang raso jo malu, bak kayu lungga pangabek. Selanjutnya anak urang Koto Hilalang, Handak lalu ka Pakan Baso,                          malu jo sopan kalau lah hilang, habihlah raso jo pareso), artinya didalam kebenaran Islam,  al hayak nisful iman = malu adalah paruhan dari Iman. 
       Falsafah hidup beradat mendudukkan perempuan Minang pada sebutan bundo kandung menjadi limpapeh rumah nan gadang, umbun puro pegangan kunci, umbun puruak aluang bunian, hiasan di dalam kampuang, sumarak dalam nagari, nan gadang basa batauah, kok hiduik tampek ba nasa, kalau mati tampek ba niaik, ka unduang-unduang ka madinah, ka payuang panji ka sarugo.
       Ungkapan ini sesungguhnya amat jelas mendudukkan betapa kokohnya perempuan Minang pada posisi sentral, menjadi pemilik seluruh kekayaan, rumah, anak, suku bahkan kaum, dan kalangan awam di nagari dan taratak menggelarinya dengan “biaiy, mandeh”, menempatkan laki-laki pada peran pelindung, pemelihara dan penjaga harta dari perempuan-nya dan anak turunannya. Dalam siklus ini generasi Minangkabau  lahir bernasab ayah (laki-laki), bersuku ibu (perempuan), bergelar mamak (garis matrilineal), memperlihatkan egaliternya suatu persenyawaan budaya dan syarak yang indah.(2)
Kebenaran Agama Islam menempatkan perempuan (ibu) mitra setara (partisipatif) dan lelaki menjadi pelindung wanita (qawwamuuna ‘alan‑nisaa’), karena kelebihan pada kekuatan, badan, fikiran, keluasaan, penalaran, kemampuan, ekonomi, kecerdasan, ketabahan, kesigapan dan anugerah (QS. An Nisa’ 34). Wanita dibina menjadi mar’ah shalihah (= perempuan shaleh yang ceria (hangat/warm) dan lembut, menjaga diri, memelihara kehormatan, patuh (qanitaat) kepada Allah, hafidzaatun lil ghaibi bimaa hafidzallahu (= memelihara kesucian faraj di belakang pasangannya, karena Allah menempatkan faraj dan rahim perempuan terjaga, maka tidak ada keindahan yang bisa melebihi perhiasan atau tampilan “indahnya wanita shaleh” (Al Hadist).
Kodrat wanita memiliki peran ganda; penyejuk hati dan pendidik utama,  menempatkan sorga terhampar dibawah telapak kaki perempuan (ibu, ummahat). Dibawah naungan konsep Islam, perempuan berkepribadian sempurna, bergaul ma’ruf dan ihsan, kasih sayang dan cinta, lembut dan lindung, berkehormatan, berpadu hak dan kewajiban. Terpatri pada tidak punya arti sesuatu kalau pasangannya tidak ada dan tidak jelas eksistensi sesuatu kalau tidak ada yang setara di sampingnya, inilah kata yang lebih tepat untuk azwajan itu.[3]
Secara moral, perempuan punya hak utuh menjadi Ikutan Bagi Umat. Masyarakat baik lahir dari relasi kemasyarakatan pemelihara tetangga, perekat silaturrahim dan tumbuh dengan pribadi kokoh (exist), karakter teguh (istiqamah, konsisten) dan tegar (shabar, optimis) menapak hidup. Rohaninya (rasa, fikiran, dan kemauan) dibimbing keyakinan hidayah iman. Jasmaninya (gerak, amal perbuatan) dibina oleh aturan syari’at Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.
شَرَعَ لَكُمْ مِنْ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِه إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى ِأَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهَِ
 “Allah telah menyari’atkan dasar hidup “ad-din” bagi kamu seperti telah diwasiatkanNya kepada Nuh, dan telah dipesankan kepadamu (Muhammad). Agama yang telah dipesankan kepada Ibrahim, Musa, Isa dengan perintah agar kalian semua mendaulatkan agama ini dan jangan kalian berpecah dari mengikutinya…” (QS.Syura : 13).
Perilaku kehidupan menurut mabda’ (konsep) Alquran, bahwa makhluk diciptakan dalam rangka pengabdian kepada Khaliq (QS. 51, Adz Dzariyaat : 56), memberi warning peringatan agar tidak terperangkap kebodohan dan kelalaian sepanjang masa. Manusia adalah makhluk pelupa (Al Hadist).[4] Tegasnya, seorang Muslim wajib menda’wahkan Islam, menerapkan amar ma’ruf dan nahi munkar (QS. Ali ‘Imran :104), dimulai dari diri sendiri, agar terhindar dari celaan (QS. Al Baqarah :44 dan QS. Ash‑Shaf :3). Amar ma’ruf nahi munkar adalah tiang kemashlahatan hidup umat manusia, di dasari dengan Iman billah (QS. Ali ‘Imran :110) agar tercipta satu bangunan umat yang berkualitas (khaira ummah). Maka posisi perempuan didalam Islam ada dalam bingkai (frame) ini.
Busana Adalah Pelindung Dan Sarana Pendidikan Utama
        Perubahan zaman disertai penetrasi budaya seringkali menampilkan ketimpangan didalam meraih kesempatan yang sangat menyolok pada fasilitas pendidikan, lapangan kerja, hiburan, penyiaran mass‑media, antara di kota dan kampung, akhirnya mengganggu pertumbuhan masyarakat. Apabila kearifan dan keseimbangan peranan memelihara budaya dan generasi tercerabut pula, maka tidak dapat tidak akan ikut menyum­bang lahirnya “Generasi Rapuh Budaya”.[5]
       Generasi berbudaya memiliki prinsip teguh, elastis dan toleran bergaul, lemah lembut bertutur kata, tegas dan keras melawan kejahatan, kokoh menghadapi setiap percabaran budaya, tegar menghadapi percaturan kehidupan, sanggup menghindari ekses buruk, membuat lingkungan sehat, bijak menata pergaulan baik, penuh kenyamanan, tahu diri, hemat, dan tidak malas, akan terbentuk dengan keteladanan. Konsepsi Rasulullah SAW;”Jauhilah hidup ber-senang-senang (foya-foya), karena hamba-hamba Allah bukanlah orang yang hidup bermewah-mewah (malas dan lalai)” (HR.Ahmad). Tidak dapat dimungkiri bahwa kaum perempuan harus memaksimalkan perannya menjadi pendidik di tengah bangsa menampilkan citra perempuan mandiri, memastikan terpenuhi hak dan terlaksananya kewajiban, salah satunya melalui cara berbusana.
        Dari pandangan agama Islam ini, bisa disimpulkan bahwa yang tidak mau mengindahkan hak-hak perempuan, sebenarnya adalah mereka yang tidak beriman atau kurang mengamalkan ajaran agama Islam. Di Minangkabau perempuan berada pada lini materilineal akan hilang marwahnya tersebab menipisnya kepatuhan orang beradat, karena hakikat adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah adalah aplikatif, bukan simbolis.
                Padang, 25 Agustus  2001.